Selasa, Maret 11, 2008

rasatanya

[?]

aku ditertawai oleh sunyi

sebab ingkari rasa sendiri

serupa bunga tak kenali wangi

padahal aroma itu milik diri

bodohkah aku naifkah daku

hanya membisu diam membeku

tak hiraukan kembang di taman bungaku

yang merekah memohon dipangku

aku malah pura-pura lupa di mana waktu ke mana lalu

hanya termangu-mangu dirundung ragu

malam kujelajah dengan moda transportasi

yang disebut orang sebagai mimpi

kutemukan diri terjaga dalam kesal

karena malam hanya dipenuhi bual

tapi adakah rembulan tahu

bahwa ia dikagumi sesosok matahari

yang sembunyi di balik tubuh bumi

bahkan mungkin karena malu

tapi siapa sangka siapa kira

kalau rasa kadang malah menyiksa

bukan semata ketika ia tak dieja

kepada siapa yang menguncupkannya

tapi memanglah demikian hakikat rasa

ia menyimpan bahagia juga membawa serta duka

di telapak tangannya

lantas kenapakah rasa mesti dijelmakan dalam bait-bait kata

tak lebih praktiskah ia diujar lewat wicara

karena konon di sana ada medan energi juga aura

dibanding tatahan abjad dan tanda yang serupa berhala

kuberi alasan: bahwa rasa bukanlah komoditi

di mana orang menjual-membeli demi alasan untung rugi

tapi rasa adalah sebuah misteri

antara nyata dan khayali

dan ia hanya utuh bila dihayati

tapi kubantu engkau juga diri sendiri

untuk lebih bisa mengenali

dengan memahatkannya di sini

juga agar ia senantiasa abadi

paling tidak sebagai prasasti

tapi sedari tadi aku berbicara lewat perantara abjad mengenai rasa

tanpa menyebut gerangan rupa dan bentuknya

bertanyakah engkau apakah ia

tapi kukira tak perlu ia dieja

bahkan dengan abjad dan juga tanda

biarlah ia menjadi tanya menjelma maya

buatmu juga bagi diriku jua

dan tahukah engkau satu perkara

bahwa pria tak berkutik mulutnya di hadapan wanita

pabila ia sungguh-sungguh menghimpun rasa

di palung-palung batinnya

sekalipun tak sedikit jua dari mereka

mampu meluluhkan banyak wanita

karena menghadapi rasa

manusia tak lebih kokoh dari jejaring laba-laba

[??]

ada sekuntum rasa menggelantung manja di tangkai jiwa

yang tak kunjung luruh ditiup angin malam

bahkan ia menari lemah gemulai

menggoda hasrat 'tuk mendekap memetiknya

adakah rasa mesti dicurah-tumpahkan

laksana samudera mengirim ribuan ombak menyerbu pantai

sedang sang pantai nampaknya terdiam seribu bahasa

hanya menampung curahan hati yang mendatanginya

malam-malamku diserbu rindu

pada seorang yang tak kunjung datang

seolah ia di rantau orang di tanah seberang

rinduku kian menderu menggebu

tapi dalam malam jua aku dapati keindahan

karena di sana kutemukan keheningan

keheningan yang buatku adalah momen ekstasi diri

momen kontemplasi dan introversi

melongok menengok ke pedalaman diri

dan aku terbelah dalam malam

antara ekstasi diri dan diserbu rindu

aku jengah !

(11/03/'08)

[???]

Dalam temaram

Kuterdiam

Mengadu pada malam

Menggali jawab ragam tanya trivial:

Siapakah aku?

Darimana asalnya dunia?

Mengapa harus ada hidup?

Mengapa pula meski ada akhir?

Dst ...

Agama menyajikan aneka jawaban

Beratus utusan didatangkan Tuhan

Buat menjelaskan hakekat dunia dan kemanusiaan.

Namun manusia selalu jauh dari puas

Dan terus merangkai awan

Memilin jawaban

Dengan bahasa dan pemahaman sendiri.

Mungkin benar,

pencarian menggebu

berujung kegilaan.

Cukuplah menata bata demi bata

Tanpa hasrat kelak

‘kan jadi sebuah kuil.

Seekor nyamuk mendarat di kuping

Menginterupsiku.

(Feb ’08)

Tidak ada komentar: