[?]
aku ditertawai oleh sunyi
sebab ingkari rasa sendiri
serupa bunga tak kenali wangi
padahal aroma itu milik diri
bodohkah aku naifkah daku
hanya membisu diam membeku
tak hiraukan kembang di taman bungaku
yang merekah memohon dipangku
aku malah pura-pura lupa di mana waktu ke mana lalu
hanya termangu-mangu dirundung ragu
malam kujelajah dengan moda transportasi
yang disebut orang sebagai mimpi
kutemukan diri terjaga dalam kesal
karena malam hanya dipenuhi bual
tapi adakah rembulan tahu
bahwa ia dikagumi sesosok matahari
yang sembunyi di balik tubuh bumi
bahkan mungkin karena malu
tapi siapa sangka siapa kira
kalau rasa kadang malah menyiksa
bukan semata ketika ia tak dieja
kepada siapa yang menguncupkannya
tapi memanglah demikian hakikat rasa
ia menyimpan bahagia juga membawa serta duka
di telapak tangannya
lantas kenapakah rasa mesti dijelmakan dalam bait-bait kata
tak lebih praktiskah ia diujar lewat wicara
karena konon di sana ada medan energi juga aura
dibanding tatahan abjad dan tanda yang serupa berhala
kuberi alasan: bahwa rasa bukanlah komoditi
di mana orang menjual-membeli demi alasan untung rugi
tapi rasa adalah sebuah misteri
antara nyata dan khayali
dan ia hanya utuh bila dihayati
tapi kubantu engkau juga diri sendiri
untuk lebih bisa mengenali
dengan memahatkannya di sini
juga agar ia senantiasa abadi
paling tidak sebagai prasasti
tapi sedari tadi aku berbicara lewat perantara abjad mengenai rasa
tanpa menyebut gerangan rupa dan bentuknya
bertanyakah engkau apakah ia
tapi kukira tak perlu ia dieja
bahkan dengan abjad dan juga tanda
biarlah ia menjadi tanya menjelma maya
buatmu juga bagi diriku jua
dan tahukah engkau satu perkara
bahwa pria tak berkutik mulutnya di hadapan wanita
pabila ia sungguh-sungguh menghimpun rasa
di palung-palung batinnya
sekalipun tak sedikit jua dari mereka
mampu meluluhkan banyak wanita
karena menghadapi rasa
manusia tak lebih kokoh dari jejaring laba-laba
[??]
ada sekuntum rasa menggelantung manja di tangkai jiwa
yang tak kunjung luruh ditiup angin malam
bahkan ia menari lemah gemulai
menggoda hasrat 'tuk mendekap memetiknya
adakah rasa mesti dicurah-tumpahkan
laksana samudera mengirim ribuan ombak menyerbu pantai
sedang sang pantai nampaknya terdiam seribu bahasa
hanya menampung curahan hati yang mendatanginya
malam-malamku diserbu rindu
pada seorang yang tak kunjung datang
seolah ia di rantau orang di tanah seberang
rinduku kian menderu menggebu
tapi dalam malam jua aku dapati keindahan
karena di sana kutemukan keheningan
keheningan yang buatku adalah momen ekstasi diri
momen kontemplasi dan introversi
melongok menengok ke pedalaman diri
dan aku terbelah dalam malam
antara ekstasi diri dan diserbu rindu
aku jengah !
(11/03/'08)
[???]
Dalam temaram
Kuterdiam
Mengadu pada malam
Menggali jawab ragam tanya trivial:
Siapakah aku?
Darimana asalnya dunia?
Mengapa harus ada hidup?
Mengapa pula meski ada akhir?
Dst ...
Agama menyajikan aneka jawaban
Beratus utusan didatangkan Tuhan
Buat menjelaskan hakekat dunia dan kemanusiaan.
Namun manusia selalu jauh dari puas
Dan terus merangkai awan
Memilin jawaban
Dengan bahasa dan pemahaman sendiri.
Mungkin benar,
pencarian menggebu
berujung kegilaan.
Cukuplah menata bata demi bata
Tanpa hasrat kelak
‘kan jadi sebuah kuil.
Seekor nyamuk mendarat di kuping
Menginterupsiku.
(Feb ’08)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar