Senin, Agustus 18, 2008

strange deja vu

Begitu naifnya ia tatkala mengungkapkan padamu bahwa cintanya tak dirasuki hasrat seksual. Begitu naifnya ia bila menganggap jatuhcintanya padamu semata karena jiwamu dan bukan bersebab tubuhmu. Seolah ia bisa hidup tanpa nafsu, seolah ia tak memendam hasrat pada kenikmatan tubuhmu. Dan ini yang paling membuatnya nampak sedemikian tolol dan tanpa disadarinya justru menihilkanmu: ia anggap kau hanya sebentuk jiwa bergentayangan yang menghantui mimpi-mimpinya dan tubuhmu tak dianggap apa-apa kecuali sebatas aksesori belaka! Maka coba sodorkanlah pertanyaan macam begini padanya: lalu melalui apa kiranya engkau jatuh hati padaku? Sanggupkah kau menangkap gerak-gerik jiwaku tanpa terhalang oleh tubuhku? Mampukah kau menerobos tubuhku untuk menjumpa jiwaku di dalamnya sana?

Betapa ia sesungguhnya telah terjebak dalam ketololannya sendiri. Betapa kasihan ia. Betapa ia tak memiliki garis orbital bagi gerak-laju pikirannya; betapa tak konstan dan kelewat fluktuatif besaran gravitasi pikirannya; betapa pikirannya terperangkap dalam kekhaotikan. Betapa pendar dan pudar tiap hal yang melintas dalam jangkauan kesadarannya.

Ia sangka dirinya malaikat yang jatuh hati padamu tanpa dorongan nafsu. Betapa ia tak tahu bahwa amat mustahil bagi malaikat untuk jatuh cinta. Dan hanya makhluk bernafsu sajalah tentunya yang mengenal jatuh cinta; lainnya tidak! (Atau barangkali ia hanya merasa alergi kala cinta dibingkai semata pada desir kalenjar-kalenjar yang bermuara di seputar selangkangan?)

Lalu bagaimana dengan perasaannya? Ah, kau bahkan tak sadar perasaannya serentan buih: mudah terombang-ambing dan gampang terburai. Jatuh cinta baginya adalah secuil paradoks dalam rangkaian hidupnya: berkah nan nikmat tapi juga musibah nan laknat. Paling tidak ada tiga hal yang tak ubahnya air dalam hidupnya; tiga hal yang selalu merucut tatkala ia coba pegang dalam genggaman. Yakni: kebenaran, masa depan, dan cinta. Ia selalu kecolongan tatkala coba menguasai tiga perkara itu. Dan itu kerap membuat hidupnya limbung bagai elang yang sayapnya patah di kala sedang melanglang di angkasa buana. Ia pun jengah dengan hidupnya. Kadangkala juga muntab ia pada dirinya sendiri, kadang juga pada tuhannya.

Dan nampaknya kau terlampau lugu dan polos untuk memahami segala jenis ketololan dan kenaifannya itu. Harusnya engkau pertanyakan apa ia tak menginginkan tubuhmu yang walaupun tak sesempurna tubuh para aktris namun sesungguhnya cukup mengundang liur para lelaki muda yang sedang disiksa oleh gemuruh nafsu seksnya itu. Atau apakah ia sanggup mempertahankan jatuh cintanya padamu tatkala misalnya sebagian tubuhmu tiba-tiba melenyap atau berubah menjadi seburuk kuntilanak.

Padahal, perlu kau tahu, hasratnya sedemikian menggelora di ubun-ubun kepalanya. Teramat sering ia dihantui pikiran-pikiran mesum dengan mengimajinasikan tubuh para perempuan cantik dan seksi yang kerap ia lihat dan temui di mana pun. Ini sudah berlaku padanya semenjak ia mengalami mimpi-basah pertamanya tepat di usia dua belas. Dan semenjak saat itu pikirannya menjadi khaotik sementara superegonya acapkali rumpal digelandoti naluri purbanya itu. Maka telah pahamkah kau kini?


4 komentar:

Anonim mengatakan...

hmmm hasrat 65%+ kepentingan 35% = cinta?

hehehe setuju gak mas?

Anonim mengatakan...

"beauty chokes brain, but brain definitely kills beauty."

tetap saja ada unsur beauty nya mas...tapi, memang sejauh mana bisa menyeimbangkannya dan tidak selalu berpikir bahwa rumput tetangga lebih hijau :)

wendra wijaya mengatakan...

Sepakat! Cinta adalah sebuah rasa yang terbangun atas gumpalan hasrat seseorang.

Persentase Senja bener juga;
hasrat 65 %+ kepentingan 35% = cinta, heheeeeee..

espito mengatakan...

> CS dan wendra: wah, hebat juga ya kalkulasinya, 65% - 35%. saya sungguh gak sempat mikir sampai sematematis itu :-)

> nandien: sepakat, amat muskil utk membebaskan cinta dr hasrat hingga tersisa beauty semata, sbgmn ia tak mungkin cuma berisi hasrat belaka..
thanks..