Selasa, November 25, 2008

panteo - panhomo - pankosmo


[nothing but being]


(I)

dulu di pekatmalam yang mulai pudar

mengurai jadi pagi aku datang menghadapmu

mangajukan permohonanpermohonanku.

suara perih di batinku meminta padamu serasa

kau ada jauh di ujung sana. dan aku berurai

airmata seolah jarak adalah keterpisahan mutlak

antara kita. aku jadi terlampau memohon dan

kau terlampau banyak menuntut.

kemarin aku sempat bertanyatanya

siapa engkau siapa aku

mengenal dirisendiri pun aku tidak.

bagaimana mampu aku tahu siapa

adanya engkau di sana.


kini suara perih itu tak lagi memohon padamu

tapi membeku jadi batu. tapi mengapa

jadi batu, juga ada "dulu" dan "kini", padahal

ini ruang hanya ilusi indriawi

ini waktu cuma rekaan pikiran.

tidakkah kau dan aku satu

juga dia, mereka, dan segala

adalah satu sebagai semestaraya.


tak ada lagi kau dan aku juga mereka

tak ada penciptaan juga pemberhalaan

dalam penyembahan. tak perlu lagi

ada permohonan dan tuntutan.

semua lebur menyatu dalam

ketiadaan ruang dan waktu.



(II)

ada amarah tumpah di wajahmu merah. darah

meruap di keningmu di pipimu di bibirmu. di matamu

nyalaapi siap kaujilatkan pada udara tak berdosa.

kau marah pada tuhanmu dan aku termangu -membatu!

siapa, atau apa, yang kaueja namanya, kausanjungpuja

setinggi langittujuh dalam tiap sembahyangmu

dan lalu kaucampakkan dalam darah kemarahan yang

mendidih menindih saluran nafasmu.

(kepalaku mendidih ikut merasakan sesak kesakitanmu)


aku pun marah pada diriku sendiri melihatmu

marah -karna aku tak lagi punya tuhan.

kau tahu kenapa aku tak punya lagi tuhan? karena

ia telah jadi gagasan membingungkan, juga sekaligus

dingin membeku membatu memberhala dalam pikiran.

(sungguh menyesakkan!)


yang ada hanyalah "ada"...



(III)

aku di sini di tepi kali ini menunggu

sukmamu mengapung di air mengalir menyusul

tubuhmu yang telah sampai laut bermainmain

dengan ombak dengan badai menjauhi pantai

tapi kau tak lekas sampai sini

aku jemu menunggu.


ingin aku menjerit pada langit memohon

pada yang di atas sana tapi buat apa

karena aku ternyata sudah tak percaya tak berdaya

bahkan sekedar memerikan satukata

untuk kulesatkan dari tenggorokan dan lisan

ke udara. aku kehabisan daya untuk percaya

pada yang di atas sana yang tlah menjelma

berhala dalam kebimbangan dan kebebalan

pikiran.


biarlah aku pasrah menanti hingga

dagingku melepuh terbakar panas matahari

dan belulangku merapuh dimangsa usia

yang melaju terseret aruswaktu. dan

suatu masa mungkin kan kususul tubuhmu

dengan tubuhku sekalian melepas sukmaku yang

gelisah dan ragu pada segala janji...



- sometwilite @ november 2008




Tidak ada komentar: