
SEPEDA ONTHEL merupakan moda transportasi rakyat yang kini mulai banyak ditinggalkan, karena dianggap tak lagi mencerminkan kemajuan zaman. Padahal ditinjau dari perspektif ekologis, sepeda onthel adalah jenis kendaraan yang memiliki banyak kelebihan dibanding dengan jenis kendaraan lainnya, semisal sepeda motor dan mobil.
Pertama, sepeda onthel tidak memerlukan bahan bakar minyak. ini jelas sangat menguntungkan mengingat semakin menipisnya cadangan minyak bumi di seluruh dunia. Bahkan konon menurut perkiraan para ahli perminyakan, deposit minyak bumi di seluruh dunia tak akan bertahan sampai seratus tahun kedepan. Di sini penggunaan sepeda onthel menemukan signifikansinya, karena ia samasekali tak membutuhkan BBM untuk pengoperasiaannya, dan hanya 'membutuhkan' asupan gizi dari nasi dan lauk pauk yang dikonsumsi oleh pengendaranya.
Kedua, sepeda onthel samasekali tak menghasilkan emisi gas buang yang membahayakan--tak seperti kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi karbon baik dalam bentuk senyawa monoksid (CO) maupun dioksid (CO2), dan aneka macam zat berbahaya lainnya. Karbon monoksid (CO) adalah gas beracun yang dihasilkan dari reaksi pembakaran tak sempurna di dalam mesin. Gas ini sangat berbahaya bila tehirup karena bisa menyebabkan kematian dalam tempo yang relatip cepat. Sedangkan karbon dioksid (CO2) merupakan gas buang hasil pembakaran di dalam mesin. Gas CO2 ini menimbulkan akibat yang khas, yaitu apa yang disebut sebagai efek rumah kaca (green house effect). Efek rumah kaca adalah selubung CO2 yang melingkari bumi dan menghalangi pantulan sinar ultraviolet (UV) dari bumi yang dipancarkan oleh matahari. Akibat pantulan UV yang terhalang oleh selubung CO2 tersebut, maka suhu permukaan bumi akan mengalami peningkatan. Peningkatan suhu bumi (global warming) akan memicu mencairnya es di daerah kutub yang pada akhirnya bisa menenggelamkan daratan di muka bumi, termasuk daratan yang kita diami saat ini.
Ketiga, meminimalisir frekuensi dan akibat kecelakaan lalu lintas. Anda bisa bayangkan, bila dua buah mobil ataupun sepeda motor dari arah berlawanan yang melaju dengan kecepatan di atas 100 Km/jam bertabrakan, apa yang akan terjadi? Kemungkinan besar keduanya akan hancur, dan seluruh penumpang kecil kemungkinan untuk lolos dari maut, atau minimal cedera parah. Hal demikian tak akan terjadi pada sepeda onthel, karena top speed-nya tak akan melebihi 20 Km/jam. Berkebalikan dengan kecepatan tinggi, kecepatan rendah masih sangat memungkinkan bagi pengendara untuk mengendalikan kendaraan dengan baik, sehingga resiko kecelakaan sangatlah kecil. Atau kalaupun terjadi kecelakaan, momentum (massa dikalikan kecepatan) yang dihasilkan dari tabrakan sesama sepeda onthel teramat kecil. Alhasil, sang pengendara pun paling-paling hanya akan mengalami lecet sedikit.
Konon, di negara-negara Skandinavia (Norwegia, Finlandia, Swedia, dan Denmark) serta Belanda, Jerman dan Perancis, sepeda onthel merupakan kendaraan yang sangat populer untuk mobilitas di dalam kota. Masyarakat di negara-negara tersebut amat sadar betul akan masa depan kehidupan di muka bumi ini yang bisa diselamatkan dengan meminimalisir penggunaan kendaraan bermotor. Dan kita, masyarakat dunia ketiga yang notabene adalah masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah (baca:miskin), masih sebegitu bangganya dengan penggunaan sepeda motor dan mobil. Tentu bukan karena kita sudah kelebihan uang untuk dibelanjakan, tapi lebih karena kita tak punya pandangan mengenai masa depan kehidupan di bumi ini, dan tak lagi punya kepedulian terhadap masa depan anak cucu kita dalam artian yang sesungguhnya.
MARI BERSEPEDA ONTHEL …
Wahyu Puspito S, a corner of the world, 23 Juli 2007

Tidak ada komentar:
Posting Komentar