Kamis, Februari 21, 2008

Menertawakan Hidup















Sekali waktu kita perlu buat menertawakan hidup, menertawakan lakon diri sendiri di pentas dunia ini. Tertawa itu perlu sebagaimana menangis juga berguna. Konon, orang yang tak bisa tertawa akan mudah terserang tegangan syaraf, mengakibatkan penyakit jantung hingga stroke. Apa sebab kita butuh tertawa dan menertawakan diri sendiri? Karena hidup penuh dengan ketidakpastian, penuh kisah derita nestapa, penuh ketidakadilan, penuh ujian—kata orang beriman, dan penuh yang lain-lain yang tak bisa disebut satu per satu karena saking banyaknya.


Coba tengok para buruh pabrik, nelayan, petani, pedagang kaki lima di negeri ini. Bagaimana bisa orang-orang yang bekerja membanting tulang bermandi keringat dan kadang juga memeras otak seharian masih hidup serba kekurangan? Di lain sisi, orang yang tak banyak mengeluarkan energi, yang lebih banyak duduk di belakang meja, dan sesekali menggelar pertemuan-pertemuan dengan relasi, menerima pendapatan yang melimpah ruah.


Konon, memang kerja dengan otak plus selembar ijazah perguruan tinggi bonafit akan dihargai berpuluh beratus kali lipat dibanding yang cuma mengandalkan tenaga dan keterampilan semata, apalagi tanpa ijazah memadai. Sekedar contoh, pegawai lapangan PLN menerima gaji tak lebih dari satu juta, sementara sang direktur digaji sekitar seratus lima puluh juta! Tukang kebun di kompleks gedung DPR diupah 500 ribu sebulan, sementara para anggota dewan yang katanya terhormat itu mengantongi bayaran 60 juta—itu belum termasuk tunjangan, komisi, dan aneka jatah lainnya yang jumlahnya juga jutaan. Adilkah? (Ah, silakan Anda jawab sendiri dengan terlebih dahulu bertanya pada perasaan sendiri). Dan marilah kita tertawa untuk itu semua… menertawakan para pelaku sandiwara ketidakadilan itu, dan menertawakan diri sendiri karena cuma bisa melongo menyaksikan kekonyolan tersebut…


Coba tengok juga tragedi manusia Indonesia di negeri seberang. Hampir tiap hari kita dengar kabar berita para TKW yang menjadi korban penganiayaan majikannya, para TKI yang menjadi buron aparat berwenang setempat karena tak memiliki dokumen resmi alias ilegal. Sementara di lain sisi, pemerintah yang kita pilih lewat pemilu dengan biaya triliunan rupiah, dan yang setiap bulannya kita gaji puluhan juta per kepala, ternyata juga tak banyak berbuat apa-apa guna mencari solusi buat saudara-saudara kita yang musti bekerja di negeri rantau untuk menyambung nafas keluarganya itu. Lucu kan? Maka tertawakan saja kekonyolan pemerintah kita itu, dan tertawakan pula diri sendiri karena cuma bisa mengelus hati…


Sedikit mengintip realitas di luar sana, kita akan tahu kekonyolan yang diperbuat oleh pemerintah AS di Afghanistan dan Irak. Berdalih ingin memburu Osama sang dedengkot Al Qaeda, dan beralasan menghukum Irak karena tuduhan kepemilikan senjata pemusnah massal, digempurlah dua negeri itu. Setelah ribuan nyawa sipil tak berdosa melayang, sementara Osama dan senjata pemusnah massal tak pernah ditemukan, AS pun mencari-cari alasan lain. Padahal, seperti kebanyakan orang tahu, motif perang tak lain dan tak bukan adalah ekonomi: perekonomian AS akan lesu jika military industrial complex-nya tak berproduksi dan senjata-senjatanya tetap mangkrak di dalam gudang karena tak ada perang; juga minyak dan kekayaan alam di kedua negeri tersebut yang menggiurkan untuk dihisap. Ini juga lumayan lucu, kan?


Dan masih banyak tragedi-tragedi lain umat manusia yang tak kalah seru dan lucu yang juga perlu ditertawakan. Maka tertawalah selagi masih ada kesempatan untuk tertawa, karena bisa jadi suatu saat nanti akan muncul diktator baru, yang menjadikan negara sebagai leviathan, serupa monster menakutkan, yang besar kemungkinan akan melarang rakyatnya bertingkah macam-macam, bahkan sekedar tertawa saja akan dikenai pasal subversif karena dianggap bisa mengancam stabilitas keamanan nasional. Lucu kan?...


Panggung sandiwara, 19 Sept 2007


Tidak ada komentar: