Jumat, Februari 15, 2008

Dua Indonesia



Tahukah engkau apa yang membedakan Indonesiamu yang kau bangga-banggakan selama ini, dengan Indonesiaku yang kukagumi?


Indonesiamu adalah sebuah negeri foya-foya dengan belenggu utang ribuan triliun kepada imperialis Eropa dan Amerika.

Indonesiaku adalah hidup apa adanya, mensyukuri apa yang di tangan tanpa bermimpi meraih yang ada di seberang lautan.


Indonesiamu sebuah negeri yang porak poranda oleh peperangan sesama warganya, karena perbedaan suku, agama, dan yang pasti perbedaan kepentingan.

Indonesiaku negeri hijau ranau dengan kegotongroyongan masyarakatnya yang majemuk namun semua berpijak pada satu cita: ketenteraman.


Indonesiamu adalah kawah berapi yang senantiasa menyemburkan lava panas perpolitikannya, membakar setiap keberadaan di sekelilingnya hingga radius ribuan kilometer.

Indonesiaku adalah kaukus dengan asap putih bersih yang indah dipandang, dan juga lereng dengan terjal bebatuan yang menantang nyali manusia-manusia petualang.


Indonesiamu dipenuhi oleh caci maki yang keluar dari banyak mulut yang berseteru, menyemburkan ludah kental berbisa dan bau busuk dari tenggorokannya.

Indonesiaku berisi nyanyian burung-burung, serangga, katak, dan semua yang menyimpan rasa persaudaraan di bagian terdalam dirinya, membuat ceria suasana sekitar dengan iringan semerbak harum bunga.


Indonesiamu adalah sumpah serapah para pejabat negara, dengan menginjak-injak isi kitab suci yang sedang diangkat di atas kepalanya, berpakaian kerakusan dan kemunafikan yang disemprot parfum wangi semu, membuat pusing dan geram semua yang berapasan.

Indonesiaku adalah para jelata dengan bakti tulus dari hati nurani yang tak perlu terucap dari mulut mereka, menggarap sawah ataupun berjualan di pasar dengan busana kesahajaan, mengisi perut dengan hidangan kesederhanaan, dan menghaturkan sembah puji keikhlasan kepada Sang Maha.


Tak sadarkah engkau dengan Indonesiamu yang kau bangga-banggakan selama ini? Dan aku sepenuhnya sadar dengan Indonesiaku yang amat kukagumi. Aku takkan mengusik kebanggaanmu, dan kau juga tak usah mencemooh kekagumanku. Indonesia dalam pandanganku bukanlah Indonesia yang ada dalam visiku, karena itu mari kita tatap Indonesia kita masing-masing, dan aku coba gambarkan dua sisi Indonesia itu dalam tulisan ini.


Indonesiamu seruak bau pengap jalanan tempat mesin-mesin berlalu lalang menebar racun hitam lewat cerobongnya, dan memekakkan telinga dengan raungan suaranya.

Indonesiaku adalah keheningan yang menebarkan kedamaian, gemericik aliran air terhantuk bebatuan di tengah asrinya rimba raya, dan juga semilir angin yang membawa angan-angan terbang menyentuh pucuk-pucuk dedaunan dan bunganya yang beraneka warna.


Indonesia yang kau bangga-banggakan adalah sebuah kedunguan dan kefoyaan pemuda-pemudanya, yang bersekolah namun tetap bodoh, yang berakal namun tak bermoral, yang jenius namun berpikiran picik, dan yang berbadan kuat namun malas.

Indonesiaku adalah pemuda-pemuda kumal yang cekatan dan gemar bekerja keras, yang berbadan ceking namun ulet tak kenal putus asa. Mereka para pemuda yang tak terdidik di bangku sekolah namun kaya etika, tak kenal buku namun kaya ilmu, dan para pemuda yang senantiasa mencintai sesamanya, alam, dan tanah airnya. Dan aku kagum pada mereka.


Indonesiamu yang kutahu adalah ledakan bom-bom fitnah yang ditebar oleh pemimpin-pemimpinnya, dan selalu bermuara pada abu kehancuran, menimbulkan ketandusan warga penghuninya.

Tahukah kau bahwa Indonesia yang kukagumi adalah dentum letusan gunung berapi, yang menyuburkan tanah pertanian di sekitarnya, dengan lavanya yang terbawa aliran air hujan.


Indonesiamu adalah sebuah rumah tua dengan benda-benda antik yang tak terawat, karena penghuninya adalah si tua renta yang hanya sibuk memperpanjang hidupnya di tengah debu-debu usang dinding kamarnya. Indonesiamu begitu terlantar !

Indonesiaku sebuah gubug bambu yang berdiri di tengah-tengah hamparan sawah menghijau, selalu menjadi persinggahan petani-petani yang kelelahan, dihuni seorang setengah umur yang arif bijaksana.


Indonesia milikmu, sebuah lautan luas yang dipenuhi polutan, batu karang yang rusak di kedalamannya akibat kerakusan pelau-pelautnya, dan juga ikan-ikan yang mengeluh namun tak pernah kau dengar.

Milikku adalah sebuah Indonesia yang seperti samudera membiru oleh pantulan warna langit, ketenangan bagi yang senantiasa mengarunginya dengan kesabaran, dan ayunan perahu yang menghibur kesendirian nelayan karena denyut gelombangnya, juga ikan-ikan yang berlompatan kegirangan menyapa, meninggalkan istana karangnya sejenak.


Itulah kedua jenis Indonesia yang menyimpan begitu banyak kontradiksi namun tak membuatmu beralih mengagumi Indonesiamu dengan membuang kebanggaan pada Indonesia milikmu. Begitu pula aku akan tetap konsisten dengan pandanganku terhadap kedua Indonesia itu. Tetaplah kau bangga dengan Indonesiamu, dan aku akan terus mengagumi indonesiaku itu.


WPS, Kota Apel, 28 April 2002


inspired by "Lebanonku, Lebanonmu" by Kahlil Gibran.


Tidak ada komentar: