Jumat, Maret 28, 2008

dunia tanpa minyak

Hari-hari terakhir ini harga minyak dunia melangit, menembus tapal-batas seratus dolar amrik per barel.


Negara-negara importir kelabakan. Negara-negara pemilik minyak juga kena- imbas gejolak ekonomi global akibat melonjaknya harga minyak, sekalipun mereka juga meraup miliaran dolar gelembung harga minyak.


Yang paling bernasib mengenaskan adalah negara-negara teri macam indonesia, yang duit belanja tahunannya sangat terbatas, sementara deposit minyaknya telah defisit.


Negara-negara teri ini meski gigit jari, sementara tak punya minyak dalam jumlah banyak, kebutuhan minyaknya malah kian melonjak seiring giatnya upaya industrialisasi demi menggenjot statistik pertumbuhan makro-ekonomi.


Maka konsumsi minyak meski dibatasi ketat-ketat. Rakyat meski mengencangkan ikat pinggang sembari melonggarkan ikat kaki. Kendaraan bermotor harus lebih sering digarasikan, dan kaki harus lebih banyak digerakkan. Jalan kaki wajib digalakkan.


Tapi khusus indonesia, benang kusut tak hanya berasal dari kelangkaan minyak. Indonesia juga didera kelangkaan daya listrik. Ketersediaan setrum nasional berada dalam kondisi minus sepuluh persen. 1500 juta watt tak terpenuhi dari kisaran kebutuhan 15 milyar watt.


Indonesia terancam gelap, tak hanya masa depannya, tapi juga malam-malamnya. Konon karena kelangkaan pasokan batu bara bagi sebagian pembangkit setrum itu, dan yang terang juga karena mesin-mesin diesel sebagian pembangkit tak dapat lancar beroperasi akibat harga minyak yang melambung.


Coba, mari kita berandai-andai, membayangkan bagaimana jadinya bila nanti, suatu saat, minyak menjadi sesuatu yang langka, terutama di negeri ini, atau minimal tak terbeli akibat harganya yang, misalnya, berlipat dua-tiga-empat dari sekarang, sementara income kita tak banyak bertambah.


Dulu, sampai tahun enampuluhan, harga minyak cuma di kisaran satu dolar amrik per barel. Sampai dengan lima warsa silam, harga minyak masih di bawah 6o dolar amrik per barel. Kini, telah menembus level 100 dolar.


Saya punya bayangan: kelak, suatu saat nanti, lima-sepuluh tahun lagi, mungkin kita sudah harus bepergian tak lagi menggunakan kendaraan bermotor, melainkan naik sepeda onthel, kuda dan andong. Karena, ya itu tadi, harga minyak selangit, tak lagi 100 dolar melainkan 200, 300, atau 400 dolar per barelnya, sementara income per kapita kita masih tetap di kisaran 1000 dolar amrik per tahunnya, seperti saat ini, dan, celakanya lagi, sepeda motor dan beberapa jenis mobil kan hanya bisa pakai bensin, dan tak bisa pakai biodiesel.


Mungkin dan masuk akal gak, ya?

28 Maret 2008

Tidak ada komentar: