Sabtu, Maret 01, 2008

Laskar Pelangi & “sebuah dosa tak termaafkan”


Terus terang saya dirundung sesal tatkala baru menyentuh dan membaca helai demi helai sekuel pertama kuartet novelet Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, dua hari lalu. Awal tahun 2006 silam, saat novelet itu masih “hangat-hangat kuku” karena baru keluar dari oven percetakan Penerbit Bentang Pustaka, saya yang kala itu melihat tumpukan novelet tersebut di salah satu sudut display Gramedia sebenarnya sempat merasa tertarik untuk memilikinya. Namun entah apa musababnya, saat itu niat untuk membelinya tak jadi terwujud. Yang pasti, salah satu sebab musabab ke-urung-an membelinya adalah perkara harga yang tergolong agak berat di kantong. Bagi saya, enam puluh ribu perak bukanlah harga yang ramah-kantong, apalagi untuk novel baru karya penulis yang namanya samasekali belum pernah tercetak sebelumnya di sampul buku—terlebih buku sastra. Sebutir puisi ataupun cerpen juga belum pernah mengikutsertakan namanya di media massa apapun dan manapun. Dan memang, menurut pengakuan Hirata sendiri, ia bukanlah orang yang menggeluti dan menekuni dunia sastra. Hirata muncul secara tak terduga dan ‘kebetulan’—bak kisah muncratnya mata air Zam-Zam di tengah gurun pasir mahaluas semenanjung Arabia yang ‘tak sengaja’ digaruk-garuk kaki mungil bayi bernama Ismail, putra semata-wayang nabi Ibrahim AS, dan mengagetkan Siti Hajar, sang ibunda, yang sebelumnya berlari pontang-panting tak tentu arah di tengah gurun itu demi mendapatkan setangkup air untuk melepas jerat dahaga yang membelit leher dan kerongkongan sang bayi, Ismail. Hirata adalah sebuah “keajaiban” dalam peta kesusastraan negeri ini. Kuartet karyanya menjadi “mata air zam-zam” bagi gurun gersang kesusastraan—dan lebih luas lagi, peradaban—bangsa ini.


Saya baru membaca sekuel pertama kuartet novelet itu dua hari lalu, dan baru pada petang hari ini berhasil dengan mulus menandaskan hingga butir kata terakhir kisahnya di helai bernomor 494. Itupun bisa terjadi karena ada kebaikan hati seorang teman yang meminjamkan koleksi kuartet—minus sekuel terakhir berjudul Maryamah Karpov yang nampaknya, setahu saya, memang belum dirilis ke pasaran—Laskar Pelangi-nya sebagai “imbal jasa” pada saya yang menyediakan diri untuk meng-edit dan mengoreksi skripsinya. Tanpa ada teman wanita yang baik hati itu, mungkin saya harus menunggu—dengan beban berat di perasaan—hingga bulan depan (atau tahun depan, bisa jadi) untuk dapat membacanya dengan cara dan prosedur/mekanisme pamungkas apabila tak kunjung ada pinjaman sukarela: membelinya!


Terus terang saya memang agak kebelet untuk membaca kisah belia-belia Belitung itu setelah sekuel pertama kuartet tersebut diangkat menjadi tema diskusi/acara Kick Andy di Metro TV pada tahun lalu. Dalam acara itu, ada seorang pembaca yang memberikan testimoni dengan penuh haru dan sampai menitikkan air mata. Si pembaca itu mengaku tergugah hatinya hingga rela menyumbangkan buku-buku koleksinya kepada pelajar-pelajar yang tidak mampu, setelah membaca kisah dalam novelet itu.


Saya merasa tak perlu lagi menyangsikan daya hipnotis dan estetika cerita novelet tersebut. Tapi mungkin karena bejibunnya beban di pikiran saya pada saat itu (dan masih terus berlanjut hingga saat ini), terutama terkait pengerjaan proyek “mercu-gading” bernama skripsi, dan mendesaknya kebutuhan terhadap buku-buku lain yang otomatis juga menyita banyak budjet, akhirnya saya meski ‘pura-pura’ tak tertarik lagi pada novelet itu, hingga teman wanita yang ayu dan baik hati itu rela meminjamkan koleksinya kepada saya, dua hari lalu.


Dan setelah membaca sekuel pertama Laskar Pelangi hingga khatam, saya dirundung penyesalan karena tak mau berkorban diri untuk memilikinya sejak pertama kali saya menjumpainya di Gramedia, awal 2006 silam. Terlalu berharga kisah dalam sekuel pertama itu untuk saya sia-siakan lebih dua tahun lamanya—sampai saya benar-benar membacanya lewat awal 2008 ini. Saya tak perlu menggambarkan seperti apa bagusnya kisah sekuel pertama kuartet yang telah menjadi best seller semenjak beberapa bulan diterbitkan itu, karena saya yakin hampir semua orang yang doyan baca novel pasti sudah menyentuhnya jauh lebih dulu dibanding saya. Saya tak ingin menjadi “pahlawan kesiangan” dengan me-review novelet yang juga menyandang banner mentereng INDONESIA’S MOST POWERFUL BOOK itu di sini, karena dalam hal ini saya sungguh telah menjadi pembaca sastra yang kesiangan: saya baru membacanya setelah lebih dua tahun lamanya ia beredar di toko-toko buku yang kerap saya kunjungi. Sebagai peminat sastra, ini adalah sebuah preseden yang amat buruk dan memalukan bagi saya, swear!


Kalau ada seorang di antara rekan-rekan peselancar samudera maya yang belum sempat membaca novelet itu, silakan saja lekas-lekas berusaha mendapatkannya, entah dengan cara membeli atau pinjam seperti saya. Sebagai orang yang tidak buta huruf, sebagai bagian dari penghuni negeri bernama Indonesia, lebih-lebih sebagai manusia penikmat sastra, amat rugi kalau ada yang sampai tak membaca novelet yang hingga awal februari tahun ini saja telah naik cetak delapanbelas kali (sejak keluar dari mesin cetak untuk pertama kali-nya pada September 2005), telah beredar dan menyandang predikat mentereng, best seller, di beberapa negeri jiran, dan kabarnya juga hendak di-layarlebar-kan—menyusul novelet Ayat-Ayat Cinta-nya Habiburrahman El Sirazy yang juga telah naik tayang di bioskop-bioskop papan atas sejak 28 Februari lalu.


Akhirnya, jangan sampai ada orang lain yang jadi merasa ‘berdosa’ seperti saya gara-gara dua tahun lebih menyia-nyiakan novelet ini... [ ]


01/03/2008


1 komentar:

Unknown mengatakan...

membaca 'dosa' anda seperti me-rewind kaset ingatan saya berpuluh bulan yang lalu.
jujur dulu...waktu itu saya ga ngeh novel ini, saya sudah terlanjur muak duluan dengan nama pengarangnya, andrea hirata. seperti memaksakan diri. orang indonesia yang males pake nama beraroma indonesia.
hihhiii...sekarang saya harus berterimakasih kepada metro tv atas kick andy-nya yang selalu berhasil membuka mata saya.
ayo, majukan sastra indonesia dengan mencintai pengarang pribumi. semangat!!!