# teruntukmu, anti-tesaku ; dan buat penjunjung kemanusiaan
tahukah engkau, wahai ibundaku
apa kiranya berkecamuk dalam diri anakmu ini (?)
ah, ibu
'ku yakin kau t'lah baca kedalaman dadaku
karena darah nan mengalir dalam tubuhku adalah darah milikmu
jiwaku adalah keturunan jiwamu
sembilan candra lamanya 'ku menyatu dalam hidup tubuhmu
dalam hidup jiwamu.
oh, ibu
cengengkah anak lelakimu ini (?)
bila ia menitikkan airmata karna sesuatu yang membuat ia bahagia tapi juga berduka hatinya.
kekanak-kanakan kah ia, ibu (?)
bila tak juga tegar menghadapi lain jenisnya.
merugikah ia, ibu (?)
bila tak punya nyali sebesar gemunung di hadapan cinta.
malukah engkau, ibu (?)
bila anak lelakimu ini tumbuh jadi pemalu.
ah, ibu
kau memahamiku lebih dari sesiapa pun juga.
kau ingat ia pernah dulu diolok-olok oleh teman-temannya
sebagai lelaki yang bertabiat wanita
hanya karena ia pemalu
tanpa tahu mereka itu, ibu
bahwa ia juga sekeras karang segarang singa
hatinya rentan tapi juga pemberontak.
hanya kau mungkin yang tahu itu, ibu.
ibu,
kau juga pasti ingat ayah pernah dulu memarahiku
hanya karena anak lelakinya ini dianggapnya penakut.
tak ingat mungkin ia
saat kecil dulu aku
pernah menantang berkelahi lelaki paruh-baya yang menginjak kakiku
ketika menonton panggung hiburan di lapangan desa bersama kau dan ia.
baru kemudian kutemui sesal di wajahnya
setelah belakangan ia tahu aku berani menentang banyak kehendaknya
melucuti satu-persatu kewibawaannya yang ia sangka kekal adanya.
tapi aku juga dirundung sesal cukup dalam akhir-akhir ini, ibu
kala kusadari aku t'lah banyak melecehkan harga-dirinya.
aku alpa bahwa ia adalah bapak-kandungku
aku lupa bahwa ia juga adalah pasangan hidup dan jiwamu
lelaki yang kau cintai tentunya
di samping aku dan adikku
di tubuhku juga mengalir darahnya
walau tabiatku lebih banyak turun darimu daripada darinya.
tapi, ibu
bagaimana dengan apa yang kurasai kini (?)
bahagia itu, ibu
tapi juga kedukaan itu
yang bermuara pada satu hal
yakni rasa pada lain-jenisku
mustikah rasa ini kuingkari, ibu (?)
kau tentu pernah mengalaminya juga, ibu
bahkan saat mengandung tubuhku dalam tubuhmu
tentu bahagia dan duka itu berjarak lebih lebar
dari yang kurasai kini.
mustikah rasa ini kubuang jauh-jauh dari diriku, ibu (?)
karena kata orang-orang
bahagia dan duka itu merapuhkan
sementara dunia ini kejam
dan karenanya manusia harus kuat melampaui baja.
tapi aku tak mau menjadi kuat, ibu
bila harus jadi manusia yang tak berpunya rasa.
apa beda manusia dengan hewan bila ia hanya mengabdi pada naluri belaka
dan menindas rasa yang dikurniakan tuhan kepadanya.
tidakkah manusia macam itu melecehkan tuhan dan hakikat kemanusiaan (?!)
aku ingin jadi manusia seutuhnya, ibu
yang bisa bahagia pun sanggup menanggungkan duka hatinya.
aku ingin jadi manusia yang tahu kemanusiaannya, ibu
manusia yang sanggup menghapuskan airmata sesamanya
sembari memberi jalan bagi airmatanya sendiri untuk tertumpah.
aku ingin jadi manusia yang tak ingkar pada diri sendiri, ibu
pada bahagianya
juga pada sedih-hatinya
karena kuingin menikmati menghayati kedua-duanya.
izinkan aku, ibu
untuk mentikkan airmataku
karena bahagia itu
karena kedukaan itu
karena rasa pada lain-jenisku itu
biarlah airmata ini tertumpah, ibu
sebagaimana selama ini ia kerap tertumpah
menyaksikan derita sekaligus ketegaran sesamaku
mengikuti irama perasaan kagum bercampur ngeri
pada berjuta-juta manusia
menyaksikan keluhuran tapi juga tragedi kelam
yang mengerubuti kehidupan.
...
'PanggungDramaKehidupan,07/04/08'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar