Selasa, April 08, 2008

Mengadu padamu, Ibu

# teruntukmu, anti-tesaku ; dan buat penjunjung kemanusiaan


tahukah engkau, wahai ibundaku

apa kiranya berkecamuk dalam diri anakmu ini (?)

ah, ibu

'ku yakin kau t'lah baca kedalaman dadaku

karena darah nan mengalir dalam tubuhku adalah darah milikmu

jiwaku adalah keturunan jiwamu

sembilan candra lamanya 'ku menyatu dalam hidup tubuhmu

dalam hidup jiwamu.

oh, ibu

cengengkah anak lelakimu ini (?)

bila ia menitikkan airmata karna sesuatu yang membuat ia bahagia tapi juga berduka hatinya.

kekanak-kanakan kah ia, ibu (?)

bila tak juga tegar menghadapi lain jenisnya.

merugikah ia, ibu (?)

bila tak punya nyali sebesar gemunung di hadapan cinta.

malukah engkau, ibu (?)

bila anak lelakimu ini tumbuh jadi pemalu.

ah, ibu

kau memahamiku lebih dari sesiapa pun juga.

kau ingat ia pernah dulu diolok-olok oleh teman-temannya

sebagai lelaki yang bertabiat wanita

hanya karena ia pemalu

tanpa tahu mereka itu, ibu

bahwa ia juga sekeras karang segarang singa

hatinya rentan tapi juga pemberontak.

hanya kau mungkin yang tahu itu, ibu.

ibu,

kau juga pasti ingat ayah pernah dulu memarahiku

hanya karena anak lelakinya ini dianggapnya penakut.

tak ingat mungkin ia

saat kecil dulu aku

pernah menantang berkelahi lelaki paruh-baya yang menginjak kakiku

ketika menonton panggung hiburan di lapangan desa bersama kau dan ia.

baru kemudian kutemui sesal di wajahnya

setelah belakangan ia tahu aku berani menentang banyak kehendaknya

melucuti satu-persatu kewibawaannya yang ia sangka kekal adanya.

tapi aku juga dirundung sesal cukup dalam akhir-akhir ini, ibu

kala kusadari aku t'lah banyak melecehkan harga-dirinya.

aku alpa bahwa ia adalah bapak-kandungku

aku lupa bahwa ia juga adalah pasangan hidup dan jiwamu

lelaki yang kau cintai tentunya

di samping aku dan adikku

di tubuhku juga mengalir darahnya

walau tabiatku lebih banyak turun darimu daripada darinya.

tapi, ibu

bagaimana dengan apa yang kurasai kini (?)

bahagia itu, ibu

tapi juga kedukaan itu

yang bermuara pada satu hal

yakni rasa pada lain-jenisku

mustikah rasa ini kuingkari, ibu (?)

kau tentu pernah mengalaminya juga, ibu

bahkan saat mengandung tubuhku dalam tubuhmu

tentu bahagia dan duka itu berjarak lebih lebar

dari yang kurasai kini.

mustikah rasa ini kubuang jauh-jauh dari diriku, ibu (?)

karena kata orang-orang

bahagia dan duka itu merapuhkan

sementara dunia ini kejam

dan karenanya manusia harus kuat melampaui baja.

tapi aku tak mau menjadi kuat, ibu

bila harus jadi manusia yang tak berpunya rasa.

apa beda manusia dengan hewan bila ia hanya mengabdi pada naluri belaka

dan menindas rasa yang dikurniakan tuhan kepadanya.

tidakkah manusia macam itu melecehkan tuhan dan hakikat kemanusiaan (?!)

aku ingin jadi manusia seutuhnya, ibu

yang bisa bahagia pun sanggup menanggungkan duka hatinya.

aku ingin jadi manusia yang tahu kemanusiaannya, ibu

manusia yang sanggup menghapuskan airmata sesamanya

sembari memberi jalan bagi airmatanya sendiri untuk tertumpah.

aku ingin jadi manusia yang tak ingkar pada diri sendiri, ibu

pada bahagianya

juga pada sedih-hatinya

karena kuingin menikmati menghayati kedua-duanya.

izinkan aku, ibu

untuk mentikkan airmataku

karena bahagia itu

karena kedukaan itu

karena rasa pada lain-jenisku itu


biarlah airmata ini tertumpah, ibu

sebagaimana selama ini ia kerap tertumpah

menyaksikan derita sekaligus ketegaran sesamaku

mengikuti irama perasaan kagum bercampur ngeri

pada berjuta-juta manusia

menyaksikan keluhuran tapi juga tragedi kelam

yang mengerubuti kehidupan.

...

'PanggungDramaKehidupan,07/04/08'


Tidak ada komentar: