Selasa, April 22, 2008

Mengenang Malang

Entah kenapa tiba-tiba saya rindu pada Malang. Rindu pada Unibraw. Rindu pada bukit Panderman. Rindu pada air terjun Coban Talun. Rindu pada gunung Arjuna. Rindu pada hawa dingin kotanya. Rindu pada rumah sederhana di Jalan Veteran Dalam 7 i. Rindu pada Jalan Veteran. Rindu pada alun-alun kotanya. Rindu pada SMAN 8. Dan rindu pada banyak lagi tempat lainnya di kota pendidikan itu.

Sebelas bulan lamanya fragmen kehidupan saya berserak di kota itu, di tempat-tempat yang saya sebutkan di atas. Agustus 2001 silam saya bertolak ke Malang. Saya lulus UMPTN di pilihan pertama, prodi Kimia fakultas MIPA Unibraw. Di rumah sederhana di Jl. Veteran Dalam 7 i, saya indekos selama sebelas bulan lamanya. Di rumah itu saya mengenal Bu Eli, sang pemilik rumah yang wanita wiraswasta tangguh, dan anaknya, Mas Iwan, yang penjual rokok di mulut gang antara SMPS 11 dan SMAN 8. Di rumah itu pula saya berkarib dengan lima orang penghuni lainnya. Udin, si jenius pemalu asal Ponorogo yang kuliah di Teknik Mesin ITN; Saiful, sang “filsuf” asal Kediri yang kuliah di Adni Unibraw; Munir, manusia work-aholics asal Kediri yang kuliah di Psikologi UM; Wira, si “bule” dari Situbondo yang kuliah D3 English Poltek; dan Budi, seniman ndeso asal Tuban yang kuliah di Diskomfis UM. Bersama mereka, saya serasa berada di rumah sendiri.

Pada Unibraw, saya rindu keasrian dan keindahan kampusnya. Saya rindu pada jalan-jalan setapaknya yang kerap saya susuri saat berangkat dan pulang kuliah berjalan kaki.

Pada bukit Panderman saya pernah melewatkan malam 07 Januari 2002, menikmati hawa dingin malam nan ekstrim di puncaknya, bersama Munir, Wira, Budi dan dua rekan kuliah, Yenni dan Sofi. Dalam perjalanan mendaki ke puncak, Munir nyaris terperosok ke jurang saat kami salah mengambil jalan. Kami tersesat, sebelum akhirnya tiba di puncak dengan keterlambatan waktu dua jam dari waktu pendakian yang seharusnya, yakni empat jam.

Pada Jalan Veteran saya rindu kelengangannya di pagi hari saat saya sering berlari-pagi menyusuri sepanjang jalan itu. Saya rindu pada sejuk hawa paginya. Saya rindu pada orang-orang yang juga berlari-pagi di sepanjang jalan itu, yang saya kerap berpapasan dan beriringan dengan mereka, meski saya tak mengenal siapa mereka.

Pada Coban Talun saya rindu karena pernah tiga hari tiga malam saya berkemah di sana bersama rekan-rekan kuliah saat orientasi Maba, penghujung Oktober 2001. Saya rindu pada eksotika hutan dan air terjunnya. Saya rindu hawa dinginnya yang menusuk-nusuk belulang.

Pada alun-alun kotanya, saya rindu saat beberapa kali menghabiskan malam minggu bersama teman-teman sambil menikmati aneka jajanan.

Pada gunung Arjuna, saya rindu memandangi puncaknya yang terlihat menyembul di balik gedung-gedung kampus Unibraw, yang kerap saya pandangi dari balkon loteng lantai dua rumah kos saya. Pada gunung Arjuna pula, ada satu janji yang hingga kini belum terbayar: rencana untuk mendakinya yang saya gagas bersama teman-teman serumah kos.

Juga pada SMAN 8 di mana setiap sore saya sering menghabiskan waktu sekedar bermain sepak bola plastik di lapangannya yang berpaving, saya rindu. Saya rindu untuk kembali bermain bola di sana bersama anak-anak kampung dan para mahasiswa indekos lainnya.

Entah kenapa saya tiba-tiba merasa rindu untuk kembali menjejakkan kaki dan menjalani fragmen kehidupan di sana. Sebelas bulan, antara Agustus 2001 hingga Juni 2002, serasa waktu yang amat pendek untuk merasakan segala keindahan di kota itu. Sebelas bulan itu terasa amat singkat. Saya ingin lebih lama lagi di sana, tapi nasib berkata lain. Juni 2002 saya harus “Dancing Out” dari Unibraw, meninggalkan Malang, karena saya merasa tak lagi mampu untuk menempuhi perkuliahan di Kimia MIPA Unibraw, sebab menguras terlampau banyak energi otak dan hidup saya yang amat minim. Fisika dan Matematika, semenjak saya SMP dan SMA, adalah momok menakutkan yang membuat saya gentar menghadapinya. Dan di Unibraw itulah, saya terbukti kalah menghadapi dua pelajaran berisi rumus-rumus maharumit tersebut.

Kini, saya mengingini untuk kembali ke kota Malang, untuk menjalani hidup seperti dulu lagi, sekedar mengobati rasa belum puas saya pada masa sebelas bulan itu. Entah, kenangan akan hal-hal indah acapkali menggiring saya pada pikiran yang obsesif, membuat saya ingin kembali menjalaninya. Mungkin karena sesuatu nan indah akan menjadi kian indah di kala ia telah menjelma kenangan. Malang, mengenangmu membuatku dilanda rindu ... []

NB. tuk Udin, Saiful, Wira, Munir, Budi, Mas Iwan, dan juga rekan-rekan kuliahku di Kimia ’01 Unibraw, semoga Engkau semua bisa kesasar di blog ini, menjumpaku dan mengenang Malang bersama-sama. Salam rindu buat kalian. Dan pada tempat-tempat di Malang yang menoreh kesan mendalam di hatiku, aku rindu untuk kembali menyapa dan menjalani hidup di sana. Cepat atau lambat, akan kujumpa jua pada akhirnya ...

22/04/2008

Tidak ada komentar: