Rabu, Mei 28, 2008

D’ Cinnamons

Tergeletak sebuah buku bersampul biru di dekatku. Terpahat judulnya dalam abjad putih bercetak tebal, CINTA DI TENGAH KENGERIAN PERANG, dan sub-judul dibawahnya dalam abjad putih bercetak miring, Surat-surat Penghabisan dari Stalingrad. Buku itu adalah kumpulan tiga puluh sembilan surat milik tiga puluh sembilan serdadu Third Reich Nazi saat mereka menjalankan misi penggempuran ke kota Stalingrad, Rusia.

Buku itu telah selesai kubaca selama kira-kira satu jam, sebelum aku memulai menulis catatan ini. Ketigapuluh sembilan surat itu semuanya ditulis dengan amat liris, tergurat luka dalam setiap kata-kata di dalamnya. Ya, surat-surat itu adalah tumpahan suara hati anak-anak muda Jerman yang dengan sangat terpaksa harus berkubang derita akibat perang yang dipaksakan untuk melayani nafsu angkara-murka Hitler dan rezimnya. Di front Stalingrad itu, Jerman mengalami kekalahan telak karena kesalahan strategi Divisi Keenamnya, kekurangmatangan mental para serdadunya, keterbatasan logistik dan senjata, ditambah lagi kondisi medan dan cuaca yang kurang bersahabat.

Namun di balik luka yang mengoyak tubuh dan jiwa anak-anak muda belia itu, masih terpancar secercah asa pada orang-orang yang dicintainya: orang tua, sanak keluarga, dan kekasihnya. Dan mereka pun menulis surat untuk orang-orang yang dicintainya itu, mengungkapkan segala luka yang mendera mereka dan setitik asa yang masih memancar di tengah-tengah kubangan keputus-asaan.

* * *

Cinta. Sesuatu yang amat purba dalam (ke)manusia(an). Ia ‘meng-ada’ bersamaan dengan meng-ada-nya manusia. Ia lekat, erat, dalam diri manusia. Namun adakah yang sanggup mendefinisikannya? Aku rasa tidak. Memang ada yang mendeskripsikan cinta sebagai sebuah rangkaian proses reaksi kimiawi (chemistry) di dalam hippocalamus (otak). Tapi aku yakin itu hanya menggambarkan proses fisis cinta, dan samasekali tak menyentuh dimensi non-fisisnya. Mungkin karena memang ia mencakup dimensi non-fisis itulah yang membuatnya tetap misterius, terselubung tabir, rahasia.

Benarkah bahwa cinta mampu mengobati

Segala rasa sakitku ini

Ingin kupercaya

Namun denganmu kutahu cinta kan mengobati

Segala hampa hatiku ini

Kini kupercaya

Kuyakin cinta slalu mengerti

Kuyakin cinta tak salah

Kuyakin cinta kan saling percaya

Entah semenjak kapan aku menyukai lagu-lagu D’Cinnamons. Dan bersebab apakah aku menyukainya? Bersebab cinta-kah? Ah, aku sendiri tak kuasa menjawabnya.

…dan, karena cinta-lah maka aku ingin mengikuti ke mana pun engkau melangkah, seperti kau tuliskan lewat bait indah syairmu:

Saya menembus hujan.

Saya tak mau reda.

Kau beri ijin-kah aku, mengikutimu, menyertaimu? …

Samudera asa, meng-ada karena cinta..

Merindumu karenanya..

3 komentar:

Anonim mengatakan...

kata sbgian orang,
CINTA itu Cerita Indah Tanpa Akhir...
tp ad jg yg berpendapat,
CINTA itu Celoteh Intrik Tanpa Awal...

Hhm, apapun itu, cinta adalah cinta...
entah duka atw tawa,
cinta slalu ada dlm sirkus kata-kata...

espito mengatakan...

yup, se7. selalu ada dlm sirkus kata2, ha ha..

angga angelina mengatakan...

cinta ituh misterius. Cuman hati yang bisa menterjemahkannya.. :)