Selasa, Mei 13, 2008

obsesiku

Menjadi penulis adalah menjadi orang yang mesti sanggup berkarib dengan kesunyian. Penulis adalah jenis manusia yang banyak dihinggapi kegalauan dan keresahan. Oleh sebab itulah aku tak pernah berobsesi untuk jadi penulis. Cita-cita masa kecilku adalah jadi pilot F-16, karena dulu sewaktu SD aku beberapa kali menyaksikan manuver pesawat perang itu di TV saat peringatan hari ABRI setiap 5 Oktober. Dan aku terkesima dengan manuver udara burung besi berjuluk Fighting Falcon pabrikan Lockheed Martyn itu—salah satu Military Industrial Complex papan atas negeri Paman Sam beromset puluhan miliar Dollar per tahun. Apalagi pesawat itu bersenjatakan rudal Maverick yang konon sanggup menjebol lapisan baja setebal duapuluhan sentimeter. Gagah dan garang betul pesawat yang saat itu jadi tulang belakang armada udara negeri ini.

Lain waktu aku bercita jadi petani, karena aku suka pada sawah. Semasa kecil dulu aku suka bermain lelayang di sawah sembari mencari jangkrik dan sesekali juga mandi di sungai yang ada di areal persawahan. Aku bermimpi bisa jadi petani sukses, bukan petani gurem yang hidup pas-pasan apalagi buruhtani yang hidup serba kekurangan. Menjadi petani sejatinya adalah memberi makan orang banyak. Kau bisa bayangkan bila tak ada petani, bisakah kau makan selain makan ikan laut dan daging aneka macam hewan serta jenis buah-buahan yang hanya bisa tumbuh di pekarangan?

Cita-cita masa kecilku yang lain adalah jadi wirausahawan, karena kakekku, nenekku, dan ibuku adalah wiraswasta yang boleh kubilang cukup sukses. Lebih-lebih menjadi wiraswasta berarti tak perlu menjadi babu orang lain sebagaimana menjadi pegawai kantor, baik praja maupun swasta. Menjadi wiraswasta adalah berdikari, tak menumpang orang lain, dan dalam skala besar bahkan sanggup mencipta lapangan kerja bagi banyak orang.

Tapi sungguh tak pernah terlintas barang sekilas pun dalam masa kecilku dulu obsesi untuk jadi penulis. Tapi nampaknya takdir seperti berkata lain. Cita-cita masa kecilku seperti raib entah ke mana, karena kini aku justru menghabiskan paling banyak waktuku untuk membaca dan menulis. Jalan hidup memang acapkali tak bisa diraba. Kita mengalir hanyut terbawa oleh arus sungai waktu dan pada akhirnya menemukan diri terdampar pada muara yang samasekali tak pernah kita kehendaki sebelumnya. Dan jujur kadang aku muak pada jalan hidupku sendiri, lebih-lebih pada jalan yang sedang kutempuhi ini—membaca dan menulis!!

12/05/08

Tidak ada komentar: