Kamis, Mei 01, 2008

OKTAVARIUM

- - -

I

Aku terlahir menangis. Tangis bayi adalah tangis bahagia bercampur duka. Bahagia dan duka karena harus meninggalkan rahim ibunya, yang (ny)aman tapi juga sesak. Bahagia dan duka karena harus menghuni dunia, yang indah tapi juga seram ...

II

Aku terlampau banyak bertanya, terlampau banyak gelisah, terlampau banyak penasaran, dulu, semasa kanak-kanak. Aku tak begitu memahami dunia, maka hidupku jadi tak bahagia ...

III

Menjadi remaja aku mulai tersuruk langkah, karena aku makin banyak gelisah, tambah kian resah. Mungkin harusnya hidup tinggal dijalani, tak perlu banyak dipertanyakan, seperti hidup teman-teman sebayaku. Namun aku makin mempertanyakan hidup, dan aku makin tersuruk, hingga terpuruk ...

IV

Aku mulai mengenal cinta, pada lain jenisku, masih di masa remaja. Tapi cinta bagiku adalah sesuatu amat asing. Rasaku terlalu peka, hingga cinta melambungkanku ke cakrawala lantas di belakang hari menggoreskan luka. Pedih, perih—begitulah pengalamanku pada cinta ...

V

Aku mulai merenda asa meraih cita, saat menginjak dewasa. Tapi siapa menyangka bahwa jalan ke masa depan laiknya jalan layang bebas hambatan maka bersiaplah ia ‘tuk menangguk kecewa. Begitulah kualami kala itu. Jalanku tak ubahnya jalan pendakian menuju puncak gunung: terjal, berliku, berbatu, berjurang di kanan-kiri. Maka aku pun mulai gentar menghadapi hidup, segan pula memikirkan mati. Hidupku menggantung, limbung ...

VI

Gagal dalam fase pertama meraih cita dan asa melemparku ke palung jurang, dalam. Tubuhku utuh tapi jiwakulah yang remuk. Maka kukutuki hidup, kubenci dunia seisinya, dan kumaki-maki Tuhan. Aku membenci segala, karena aku menyesali eksistensiku sendiri ...

VII

Tapi barangsiapa menghayati tiap penderitaan maka akan datang saat di mana harapan menampak diri. Maka aku pun bangkit dan menemukan diriku yang baru, diriku yang telah dibasuh airmata duka cita dari fase hidupku sebelumnya, diriku yang telah ditempa oleh koyak jiwa dan asa ...

VIII

Dan kini aku pahami, bahwa hidup adalah melangkah tanpa lelah ’tuk mengasah; hidup berarti mendaki tanpa henti ’tuk mencari. Dan juga hidup itu akan berasa ringan tatkala aku menyadari bahwa ia sesungguhnya adalah karib kematian. Dengan lain kata, aku mendapati keberanian menghadapi hidup ketika aku tak takut lagi pada mati. Maka langkahku pun kian berkurang beban, kian ringan. Dan masa depan tiada lain adalah apa yang kupikirkan saat ini ...

- - -

*) Judul Oktavarium kupinjam dari judul sebuah lagu Dream Theater, Octavarium.




laut, tempat paling kusukai selain hutan dan gunung ...


Tidak ada komentar: