Rabu, Juni 11, 2008

Dua Sindroma

Sindroma pertama

Dulu, saat kelas 3 SMA, saya pernah mengidap Blackboard Syndrome*. Ini terjadi dalam mata-pelajaran kimia, fisika dan matematika. Simptom-simptomnya adalah sbb:

  1. Pikiran bingung & linglung saat memandangi papan tulis di depan kelas yang penuh dengan oret-oretan “omong-kosong”; oret-oretan aneka bentuk simbol dalam rumus-rumus yang amat-sangat-SUKAR-sekali dibaca, diinterpretasi & dipahami. Jauh lebih mudah & menyenangkan menginterpretasi teks-teks sastra (terutama puisi) & teks-teks wacana.
  2. Muncul serangan migrain karena saraf-saraf sensorik tak mampu mengidentifikasi dan atau mengarungi lautan (pe)tanda (ocean of sign**).
  3. Konsekuensinya, jaringan saraf motorik mengalami disinkronisasi (akibat misinterpretasi saraf sensorik tadi) sehingga akhirnya gerak organ tubuh mengalami disharmoni alias kacau-balau (misal: kaki jadi kepala; kepala jadi kaki. Otak jadi dengkul, dan sebaliknya, dengkul jadi otak, dsb).
  4. Akumulasi dari tiga simptom di atas, akhirnya saya JARANG MENCATAT. Alhasil, buku tulis saya lebih banyak kosongnya dari pada isinya; kalau pun berisi catatan, biasanya itu adalah diari & puisi khas anak remaja berseragam SMA. (pernah dalam satu razia buku-buku catatan yang dilakukan guru-guru mapel kima, matematika & fisika, saya kena sanksi dijemur di halaman sekolah. Gara-garanya ya itu tadi, buku yang kovernya bertuliskan KIMIA, MATEMATIKA, dan FISIKA, isinya paling banyak justru DIARI & PUISI. Untungnya guru-guru saya itu tak pernah belajar semiotika; coba andai mereka bertiga ngerti semiotika, puisi-puisi saya itu pasti bakalan ditelanjangi habis-habisan, dan itu berarti habislah saya, karena puisi-puisi saya itu sentimentil — maklum, anak SMA gitu loh!).

Keterangan:

*) Blackboard Syndrome adalah istilah hasil reka-reka saya sendiri. Kalau tiada aral melintang, dan bila saya punya kesempatan studi S-2 atau S-3 di Psikologi, fenomena ini akan saya teliti dan kaji dengan sungguh-sungguh agar bisa jadi master-piece sehingga bisa bikin saya dikenal orang banyak (yah, namanya juga hidup, kadang butuh ambisi, asalkan gak ambisius). Dan yang terpenting adalah sebagai kontribusi saya terhadap penanganan problem-problem yang diidap anak-anak sekolah & anak-anak kuliah alias mahasiswa jaman sekarang: yang lebih suka ngerumpi daripada baca buku dan mencatat pelajaran, yang lebih suka ngeceng di mall & kencan seharian-semalaman daripada berkunjung ke toko buku dan perpustakaan, dsb..

**) ocean of sign adalah istilah puitik, sama sekali gak akademik. Hasil reka-reka otak saya juga..

* * * * * * * *

Sindroma kedua

Sekarang, saya mengidap Billboard Syndrome*, terutama bilbor iklan berukuran raksasa yang malang-melintang di jalan-jalan raya kota, yang isinya memajang gambar cewek-cewek cakep (and sexy) dalam pose-pose yang menggoda, yang tentunya mereka sudah gak punya rasa risih dan malu lagi tiap hari dipandangin ribuan orang yang berlalu lalang di jalan-jalan. Gejala-gejala sindroma ini adalah sbb:

1. Mengelus dada (karena iba & prihatin pada si cewek yang jadi pajangan iklan; kok mau-maunya ya mereka, udah gak punya lagi harga diri kali ya?).

2. Jengkel dan marah-marah sendiri (maklum saya lelaki normal, yang tentunya tak cukup imunitas saat tanpa sengaja liatin pose-pose gituan, di bilbor berukuran besar lagi).

3. Marah pada kaum lelaki (termasuk saya sendiri) yang mustinya bisa menghargai wanita dengan semua kehormatannya (baca: memanusiakan wanita; kalo gak salah, ini adalah esensi dan sekaligus tujuan gerakan Feminisme dan juga Emansipasi ala Kartini), bukannya malah acuh tak acuh; dan para lelaki yang memegang kekuasaan politik dan ekonomi justru dengan sengaja malah mengeksploitasinya untuk interest mereka sendiri.

4. Selalu berdoa semoga saya nanti gak dapet pacar atau istri yang seperti cewek-cewek yang mau dan bahkan dengan sukarela & senang-hati dijadikan pajangan iklan, baik di bilbor, TV, majalah, dsb. (saya mau wanita yang mampu menjaga harga-diri & kehormatannya; bukan wanita yang suka mengumbar tubuhnya murah-meriah kayak seleb-seleb dan bintang iklan itu).

Dan saya yakin, sindroma ini adalah sindroma yang positip (bukan disease!) dan sangat mulia. Karena itu, saya akan coba menularkannya seluas mungkin pada kaum lelaki di seluruh muka bumi. (apalagi saya ingin mendukung Feminisme, dan ingin jadi seorang feminist). Do’ain ya, sobat-sobat peselancar samudera maya semua …

Keterangan:

*) Billboard Syndrome adalah kemuakan pada papan-papan iklan, terutama yang berukuran jumbo. Papan-papan iklan ini selain merusak keindahan kota juga membodohi masyarakat dengan informasi-informasi penuh tipuan (di samping gambar-gambar seronok & mencolok yang merendahkan martabat wanita seperti saya sebut di atas). Istilah ini bikinan saya sendiri, hasil saya ngelamun saat hujan rintik-rintik di suatu sore (maklum saya belum punya kekasih, jadi kerjaannya cuma ngelamun doank, jadi pungguk perindu bulan… Rembulan, kamu ngerasa gak ya tiap hari aku lamunin, aku rinduin???... bahkan membalas pesan-singkatku saja engkau tak sudi… Ah, sudahlah, hidup tak boleh meredup hanya gara-gara awan bergelayutan pada rembulan…) $^&%*&*

2 komentar:

Lia az mengatakan...

koq ga ada shoutbox nya sie...

Unknown mengatakan...

wah..wah.. rembulannya lagi keabisan pulsa kali wahyu ato lagi gerakan kencangkan ikat pinggang xixixi... Telpon dong makanya