Senin, Juli 21, 2008

Go in Peace

Dini hari tadi, saya baca sebuah buku kumpulan naskah pidato seorang agamawan agung, gembala umat, juru perdamaian dan permaafan, dan tokoh dunia nan santun dan rendah hati. Dialah Paus Yohanes Paulus II.

Di tengah keresahan batin siapa pun, akibat paradoks modernitas yang mengebiri dimensi ruhani umat manusia, kalimat demi kalimat di dalam buku berjudul Go in Peace—yang didedikasikan untuk mengenang satu tahun wafatnya sang tokoh—itu terasa bak oasis di tengah gurun pasir bagi para pengembara yang dililit kehausan dan kekeringan. Tak terkecuali bagi saya yang sebelumnya dirundung gelisah akibat aneka problema yang menyergap pikiran dan menekan perasaan, membaca kalimat demi kalimat yang santun, tak sedikit pun memuat amarah dan caci-maki, jauh dari penghakiman, dan penuh dengan kebijaksanaan itu, tubuh saya seperti tersiram air nan dingin dan sejuk. Entah hanya untuk sesaat atau tidak, saya merasakan kedamaian jauh di lubuk batin ini. Lebih dari itu, yang tak kalah pentingnya, saya makin yakin: Agama bukan suara angkara murka, bukan teriakan penuh kutukan, bukan anjuran kedengkian, bukan syahwat kekuasaan, bukan darah dan amarah, juga bukan ajaran penindasan; ia adalah lawan dari itu semua. Agama adalah kasih-sayang: Rahmat bagi alam semesta seisinya.

Di tengah-tengah munculnya sisi beringas praksis keberagamaan zaman modern ini, sebagai reaksi yang melampaui batas atas ekses-ekses modernitas, pesan-pesan Paus itu menyadarkan kita semua betapa pentingnya kerendah-hatian dan kehati-hatian dalam memahami dan mengejawantahkan ajaran agama. Tanpa dua hal tersebut, agama justru akan jadi beban berat yang makin memperparah keterpurukan umat manusia.

Paus bernama asli Karol Wojtyla yang terlahir di Polandia pada 18 Mei 1920 itu tutup usia pada 02 April 2005 setelah 27 warsa memimpin Vatikan. Namun pesan-pesan yang disuarakannya itu tetap tinggal di dunia — dan terasa makin penting bagi kita semua..[]


di ambang mentari pagi, 21 Juli 2008



2 komentar:

Unknown mengatakan...

bisakah 'go in peace' diwujudkan dalam kerangka demokrasi??....nothing...

Anonim mengatakan...

TAPI SEJARAH SEBELUM DEMOKRASI ADALAH JUGA SEJARAH YG BERDARAH-DARAH. MOHON SAMPEAN BUKA LEMBAR2 SEJARAH PERADABAN - DAN KRITISI SEGALA YG ADA DI DLMNYA..

THANKS..

[PITO]